5 Langkah Agar Kredit Bank Tidak Macet

natinedJs Ⓚ2017 Kredit bermasalah, hutang bermasalah jika sudah terjadi wanprestasi atau pembatalan perjanjian sepihak untuk tidak membayar angsuran hutang tersebut. Menurut Prof R Subekti SH dalam buku Hariyani I tahun 2010 menjelaskan bahwa wan prestasi merupakan awal permasalahan kredit.

1. Tidak menyanggupi perjanjian bersama yang disepakati

2. Melaksanakan perjanjian tapi tidak seuai dengan janji tersebut

3. Keterlambatan

4. Melakukan tindakan yang tidak sesuai perjanjian

Harus tetap kita tambahkan bahwa kredit tidak sekedar perjanjian. Terdapat juga hubungan bisnis didalamnya bahwa kredit tersebut akan berguna untuk menunjang usaha. Beberapa tambahan lainnya;

a. Pendapatan usaha digunakan menyimpang

b. Etiket buruk untuk tidak membayar angsuran

c. Pemahaman bahwa jaminan merupakan alat penyelesaian hutang.

Rasio kredit bermasalah sangat mempengaruhi kesehatan Bank, bayangkan diri kita pribadi membutuhkan suplemen vitamin untuk kesehatan. Begitu juga Bank sebagai organisasi lembaga keuangan perlu menjaga kesehatannya dengan menjaga kualitas kredit agar tidak menjadi Non Performing Loan (NPL). NPL dalam Sistem Informasi Debitur yang dikeluarkan Bank Indonesia berada pada posisi Due Past Day 90 hari keatas (90+). 

Berarti keterlambatan tersebut setelah 90 hari sudah empat bulan. Saya juga mampu mengembalikan hitungan waktu keterlambatan. Misalnya, hari pertama jatuh tempo tanggal 25, itu adalah hari ke 0 keesokan harinya merupakan hari pertama keterlambatan. Dari sinilah kita menghitungnya, pada hari ke 30 angsuran tersebut sudah dua kali keterlambatan, dan seterusnya. Supaya kita sebagai nasabah perbankan dan lembaga keuangan dapat mengerti bahwa ketika sudah terlambat 90 hari berarti sudah 4 bulan.

Pembahasan kali ini adalah tentang cara mengatasi kredit tidak macet

1. Biasakan membaca Perjanjian Kredit; beserta pasal-pasal didalamnya. 

Baca teliti dan pahami hak dan kewajiban nasabah dalam menjalankan kredit tersebut. Debitur dengan skala Mikro, Kecil dan Menengah biasanya tidak berhati-hati dengan yang satu ini. “Apakah mau dibacakan pak perjanjiannya?” pihak bank. Lanjutkan saja. Akibat bila tidak memahami perjanjian maka nasabah tidak percaya diri dalam menjalankan kredit tersebut. Efeknya seperti kita menggunakan uang saudara kandung kita, dengan perjanjian akan mengembalikan esok.

Apa yang terjadi bila pinjaman uang dari saudar tersebut tidak kembali besok. Karena perjanjian tersebut mengikat dan tidak ada penjelasannya. Sehingga secara tidak langsung kita terburu-buru tapi tidak akan menemukan hasil sehingga uang saudara kita tidak kita kembalikan

2. Biasakan membayar pada saat jatuh tempo; pembayaran angsuran kredit pada saat jatuh tempo merupakan kewajiban nasabah. Diperlukan pendampingan serta atau disebut juga maintaince edukasi nasabah mikro oleh bank dan pemerintah. Bank harus melakukan pendampingan untuk menjadikan kredit pada usaha mikro tersebut relevan dan akan mempengaruhi omsetnya di kemudian hari, pendampingan tersebut akan membuat nasabah semakin layak untuk dibiayai (bankable).

Pembayaran jatuh tempo sudah dikenakan bunga. Beberapa Bank menerapkkan ambil untuk di depan sehingga komposisi pokok dan bunganya tidak rata. Besar di awal untuk pembayaran bunga. Notabenenya Bank berharap bisa membayar upah karyawan dari akutansi pembayaran bunga lebih besar di awal.

Bila kita mengalami keterlambatan, secara umum bank menerapkan keterlambatan sebesar 4 % dari angsuran setiap harinya. Berarti bila angsuran kita 3 juta, dari keterlambatan tersebut kita harus menyisihkan lagi Rp 1.200 per hari. Cukupkanlah kredit tersebut hanya untuk membayar bunga bukan untuk membayar lagi denda keterlambatannya.

3. Mengubah Prinsip Kredit Individu nasabah; biasanya nasabah yang tidak memahami kredit tersebut hanya sekedar perencanaan penggunaan dana saja dan sudah dicairkan oleh bank akan bermasalah nantinya.

Hal tersebut terjadi karena, kredit merupakan aktivitas jenuh. Pada umumnya individu ekonomis, lebih tertarik dengan pendapatan. Sedangkan kredit merupakan pengeluaran wajib. Lebih di uji lagi, rencana untuk membuat sesuatu akan berbeda dengan rencana untuk melanjutkan sesuatu. 

4. Kredit adalah hutang, Nasabah harus menjalankan prinsip kehati-hatian; bank melakukan bisnis kehati-hatian eg; Kompas, Rabu 27 November 2013 PT Bank BCA menyatakan penerapan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam kredit. Kita saling menggali Bank atau lembaga keuangan merupakan organisasi profit yang akan mengambil keuntungan dari penggunaan dana kredit.

Bagaimana dengan nasabah?

Nasabah juga pada intinya organisasi invidu profit yang harus mengambil keuntungan untuk kebutuhan rumah tangga dan juga kebutuhan pertumbuhan ekonomi individu tersebut.

Nasabah juga harus mengambil kredit dengan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian nasabah dapat tergambar melalui

-      Rasio Piutang setiap bulannya, maksudnya berapa banyak piutang usaha yang belum kembali dalam bulan itu apakah akan terlambat dari perjanjian atau tidak. Karena usaha mikro tidak mengenakan dengan pada piutang konsumennya.

-      Rasio modal cadangan pada saat piutang akan menjadi atau sudah menjadi piutang tak tertagih, artinya pengusaha harus mempunyai modal dicadangkan untuk mengantisipasi piutang. Konsep ini biasanya terjadi pada pengusaha ibu-ibu, modal kerja yang diterima Rp 20 juta nasabah hanya menggunakan Rp 10 juta sisanya modal dicadangkan

-      Serta kekuatan modal cukup atau rasio kecukupan modal serta sudah mendapatkan hasil untuk operasional usaha dan juga rumah tangga.

Semua tawaran kredit menggiurkan, aku bisa ini dan itu dengan pinjaman ini dan itu. Aku mau buka toko ini dan itu. Khayalan/keinginan manusia. Kredit bukan untuk menghayal tapi untuk melanjutkan rencana dari usaha tersebut. Atau visi dan misi organisasi usaha tersebut, ingin berkembang seperti apa. Penggunaan uang yang tidak produktif berpotensi menimbulkan kemacetan.

5. Melakukan review secara berkala kredit tersebut; dalam istilah komputer melakukan refresh memperingatkan perjanjian kredit yang muncul serta track record pembayaran yang sudah berjalan. Apakah pembayaran angsuran tersebut tepat dari keuntungan usaha atau tidak? Bila tidak kita harus kembali pada klausul.

Perjanjian tersebut dibuat secara invidu. Dan, harus dijalankan tersebut. Sehingga harus benar-benar diketahui isi dari perjanjian tersebut.

Asas kepribadian (Privity of Contract) bersumber dari pasal 1340 KUHP, yang menyatakan tentang berlakunya perjanjian. Hanya berlaku terbatas pada pihak-pihak yang membuat perjanjian itu saja. Pihak ke 3 yang berada diluar perjanjian tidak diperkenankan menuntut suatu hak dalam perjanjian tersebut. 

6. Terjadi kemacetan; Kredit tersebut bermasalah karena faktor lain seperti kesehatan debitur dan juga kecelakaan. Ambil kesempatan untuk Restrukturisasi dan atau penghapusan Hutang menurut UU No 10/1998 tentang UU Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia No 7/2005 tentang restrukturisasi dan penghapusan kredit macet (Hariyani, 2010).

Minimalkan resiko beban kewajibah nasabah atau debitur. Cara ini banyak diterapkan pada krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia serta negara-negara yang mengalami depresi ekonomi.

Sedikit pengamatan, tentang restrukturisasi. Banyak permohonan debitur tidak disetujui untuk memperkecil angsuran tersebut, dari sisi agunan rata-rata kredit mikro mempunyai pagu nilai agunan yang lebih besar daripada kreditnya. Kebanyakan rata-rata kredit yang direstrukturisasi dari nasabah-nasabah dengan fasilitas kredit yang besar.

Sedangkan nasabah mikro dipaksa untuk melunasi hutang-hutangnya melalui jual jaminan sukarela atau lelang. Debitur mikro kesulitan untuk memperoleh akses tersebut akibat kurangnya informasi (Hariyani, 2010).

Kita harus sama-sama memahami bahwa kredit tidak selamanya berawal dari nasabah, ada dua sisi mata uang yang mempengaruhi kesehatan kredit tersebut baik itu nasabah maupun bank. Jadi, harus tetap terbentuk kerjasama lagi untuk tetap memberikan solusi jitu kepada nasabah.

Nasabah mempunyai istilah begini “Waktu dulu nawarin kredit senyumnya manis banget, tapi kalau sudah Terlambat sehari saja nagihnya sudah kayak Setan”. Hal itu memang mungkin sudah menjadi layaknya orang bawah akan selalu tergencet.

Jadi nasabah harus selalu ingat dengan Hukum Perbankan UU Perbankan (UU 10/1998), PBI No 7 2005, PP 14 2005 dll tentang fasilitas restruktur dan penghapusan kredit macet agar pihak-pihak berkepentingan Debitur, Bank dan lembaga keuangan non bank, Bank Sentral Bank Indonesia, dan pemerintah tidak dirugikan.

Daftar Pustaka

Hariyani I. 2010. Restrukturisasu & Penghapusan Kredit Macet. Jakarta (ID): Media Komputindo Kompas Gramedia.